Laman

screamo

screamo

Selasa, 20 April 2010

Amsterdam

Belanda (Hollande) selalu memiliki arti tersendiri bagiku.  Sebagai sebuah negara yang pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun, Belanda meninggalkan begitu banyak jejak dan kesan bagi bangsa Indonesia.  Masih banyak generasi-generasi tua di Indonesia yang mampu berbicara bahasa Belanda, terutama mereka yang pernah mengenyam pendidikan Belanda di masa muda mereka dulu.  Pada kunjungan kali ini ke Amsterdam, aku menemukan banyaknya kata-kata dalam bahasa Belanda yang dipakai di dalam percakapan sehari-hari di Indonesia.  Sebut saja kamar (kamer), besuk (bezoek), ongkos, korting, gang (jalan kecil) dan masih banyak lagi.  Semakin diselami semakin banyak kita temukan kesamaan latar belakang dari dua negara yang terletak jauh terpisah secara geografis ini.

Kunjunganku kali ini ke kota Amsterdam adalah untuk kopi darat dengan dua anggota jalansutra yang tinggal di Amsterdam, Dwinita Larasati (Tita) dan Vonny Rozen, sekalian mencobai beberapa restaurant Indonesia yang enak di kota ini.

Amsterdam tidak bisa dibandingkan dengan Paris atau Roma yang besar dan memiliki begitu banyak bangunan megah dengan sejarah yang panjang.  Bila tetap ingin dibandingkan dengan kota2 tersebut, Amsterdam bisa dikatakan sebagai kota yang rendah hati.  Kota yang terkenal dengan julukan Venise from the North ini memiliki karisma tersendiri.  Dengan kanal-kanalnya yang banyak, Amsterdam memiliki pancaran romantisme yang jarang dimiliki oleh sebuah ibukota negara.  Kebanyakan penduduk di kota ini memilih sepeda sebagai sarana transportasi utama.  Pemandangan ini tidak dapat kita temukan di ibukota negara lain, apalagi yang besar seperti Paris dan Roma.  Suhu udara di awal musim panas yang bersahabat membuatku dapat mengintip lebih jauh kehidupan di luar ruangan dari penduduk di negara ini.  Sambil berjalan-jalan di taman, tampak beberapa pasangan yang sedang pacaran dengan romantis ditemani oleh keranjang piknik mereka sambil melihat bebek dan angsa berenang kesana kemari di kanal di depan mereka.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Hollande adalah negara yang memberikan paling banyak kebebasan kepada warga negaranya.  Marijuana, kepemilikan obat bius, coffee shop yang menjual dan membebaskan penggunaan ganja bagi pengunjungnya, pernikahan sejenis, pelacuran (Red Light Distric) adalah hal yang legal di negara ini.  Itu sebabnya bila teman-teman di Perancis atau Belgia tahu bahwa kita akan ke Amsterdam, maka dengan pandangan nakal mereka akan berujar “Selamat Menikmati yah”  Berdasarkan percakapan dengan Tita, diketahui bahwa kebijaksanaan seperti ini bertujuan untuk memberikan kebebasan memilih bagi para warga negara, dan setelah diberlakukan kebebasan ini, toh angka kriminalitas di Hollande ternyata tidak meningkat tajam dan juga bukan yang paling tinggi di Europe.  Tita menggunakan perumpamaan tentang hubungan orang tua dan anak  dalam hal ini.  Anak yang terlalu dikekang akan memberontak, sementara anak yang diberikan kebebasan akan belajar untuk bertanggung jawab.  Dengan perumpamaan ini,  pemerintah Hollande belajar untuk menjadi orang tua yang memberikan kebebasan kepada warga negaranya.

Cara berjalan-jalan terbaik di sebuah kota adalah bersama dengan orang lokal atau teman yang sudah tinggal lama di kota tersebut.  Dengan cara ini, kita akan lebih mudah menyelami semangat dari penduduk lokal dan juga bisa mengenali sudut2 kota yang jarang diketahui oleh turis.  Khusus untuk Amsterdam, hal ini lebih penting lagi karena tanpa bantuan dari Vonny dan Tita, kemungkinan besar saya hanya akan berputar-putar di sekitar Central Station dan nyasar di RLD yang kumuh.  Dipimpin oleh dengan Tita, kami mengunjungi Museum Plein yang luas dan megah.  Melihat penduduk lokal yang sedang main Petangue, sejenis permainan bola dari besi sebesar kepalan tangan yang berasal dari Perancis Selatan.  Peraturan permainan ini tidak terlalu berbeda dengan permainan kelereng di Indonesia.  Hanya karena ukuran bolanya yang berbeda, maka bola petangue tidak di sentil dengan jari telunjuk, tetapi dilemparkan ke udara.  Bisa dibayangkan bila bola petangue disentil dengan jari telunjuk, maka jari Anda mungkin bisa bengkak dan bolanya tetap di tempat karena berat satu bola sekitar 300-400 gram.


Sebagai ibukota Europe yang paling banyak ditinggali oleh orang Indonesia, rasanya tidak lengkap bila mengunjungi Amsterdam tanpa mencicipi restaurant Indonesia yang banyak tersebar di kota ini.  Bagian kedua dari Artikel ini akan bercerita tentang Makansutra di Amsterdam.
sekarang saya mau berbagi tentang amsterdam